DALAM KREATIFITAS WARGA KOTA BANDUNG
Oleh: L i a n d a *)
Bandung, secara subjektif, mungkin merupakan salah satu kota yang paling kreatif di Indonesia dan mungkin juga merupakan kota yang paling banyak mengakomodir kegiatan warganya pada ruang-ruang terbuka. Salah satunya adalah ‘pasar kaget’ yang muncul pada hari-hari tertentu. Kehadiran ‘pasar kaget’ secara positif adalah suatu fenomena bentuk kreatifitas warga dalam berdagang, namun dalam pandangan negatif barangkali adalah fenomena yang menggambarkan tingkat urbanisasi di Kota Bandung yang memperlihatkan tingginya angka pencari kerja atau memerlukan lapangan kerja. Sesuatu yang menarik dari ’pasar kaget’ ini adalah kehadirannya yang menempati ruang kota pada kawasan tertentu secara temporer.
Kita tentunya mengenal Pasar Senen. Beberapa di antara kita bahkan mengenalnya dengan baik. Pasar Senen saat adalah suatu kawasan bisnis yang terletak di Jakarta Pusat. Pada awalnya pasar ini merupakan pasar tradisional yang dibanguan oleh Justinus Cornelis Vincke Pada Tahun 1730. Dinamakan Pasar Senen karena hanya dibuka pada setiap hari Senin saja. Kita tentunya juga mengenal Pasar Rebo (rabu), Pasar Jumat atau yang paling terkenal adalah Pasar Minggu. Konon pasar-pasar tersebut digelar hanya pada hari-hari tertentu saja, sesuai dengan penaman lokasi pasar-pasar tersebut di kemudian hari.
Di beberapa tempat, pelosok desa maupun kota di seluruh tanah air, mungkin masih banyak dijumpai jenis pasar tradisional yang digelar hanya pada hari-hari tertentu saja dalam sepekan. Lahan yang digunakan dapat berupa ruang terbuka yang bukan diperuntukkan sebagai pasar, maupun lahan yang telah diperuntukkan sebagai pasar. Sebagai contoh, pasar tradisional di Pauh (Jambi), Muara Badak (Kutai Kartanegara-Kalimantan Timur), atau Pasar di Martapura (Kalimantan Selatan). Di beberapa daerah ini, pasar tradisional yang digelar hanya pada hari tertentu saja yaitu hari Jumat misalnya, tidak dengan sendirinya dinamakan Pasar Jumat. Masyarakat setempat lebih mengenalnya sebagai hari pasar atau di beberapa daerah Sumatera disebut sebagai Hari Pekan.
Keberadaan pasar-pasar tradisional yang hanya digelar pada satu hari tertentu saja dalam seminggu disebabkan oleh keterbatasan mobilitas para pedagang (mengingat jauhnya jarak masing-masing tempat untuk dijangkau), terbatasnya kebutuhan masyarakat setempat pada beberapa komoditas, serta terbatasnya daya beli tinggi masyarakat setempat. Terkadang di beberapa pelosok desa, kelurahan hingga tingkat kecamatan, keberadaan pasar tradisional ini merupakan satu-satunya alternatif pasar yang tersedia.
Fenomena yang terjadi di Kota Bandung mungkin sedikit berbeda. Perbedaannya adalah pada tujuan dari pedagang dan pembeli dan pada jenis komoditas barang dagangan yang dijajakan. Selain itu, perbedaan yang juga sangat menonjol adalah tempat atau ruang yang digunakan. ‘pasar kaget’ yang muncul Minggu pagi di Kota Bandung menempati ruang tertentu kota secara temporer. Dalam istilah urban design, kehadiran ‘pasar kaget’ di Kota Bandung yang menempati suatu ruang kota secara temporer, dikenal sebagai urban spatio-temporal places (USTP).
Keberadaan pasar-pasar kaget di setiap hari Minggu pagi muncul bukan karena di Kota Bandung kekurangan pasar tradisional atau pasar modern, namun nampaknya di beberapa tempat, hari minggu di Kota Bandung saat ini bisa dikatakan merupakan hari pasar rekreasi bagi sebagian warga kotanya. Pada beberapa lokasi tertentu di kawasan Kota Bandung mulai dari waktu subuh hingga menjelang tengah hari berubah menjadi ‘pasar kaget’ dengan berbagai jenis komoditas dagangan. Kesempatan berbelanja seminggu sekali di pasar-pasar kaget ini lebih banyak bersifat ’rekreasi’ dibandingkan berbelanja kebutuhan primer (lebih dari 70 % responden di 3 lokasi ”pasar kaget ” di Kota Bandung berpendapat demikian)
Kegiatan dalam lokasi urban spatio-temporal places sebenarnya bukan hanya berupa kegiatan seperti ‘pasar kaget’ seperti yang ada di Kota Bandung. Konotasi pengertian lebih ditujukan kepada pemanfaatan suatu ruang kota secara temporer untuk berbagai macam kegiatan. Pada waktu-waktu tertentu, suatu ruang kota dimanfaatkan untuk suatu kegiatan, namun fungsi utama ruang tersebut tidak berubah atau beralih fungsi. Pemanfaatan ruang tersebut dapat terjadi secara formal atau informal. Contoh lain selain ‘pasar kaget’ dari dari kegiatan di dalam urban spatio-temporal places adalah digunakannya Jalan Dago (Ir. H.Djuanda) pada tiap malam Minggu sebagai menjadi arena ‘mejeng’ anak muda dengan berbagai macam kegiatanya atau dimanfaatkannya Jalan Ganesha di setiap hari libur sebagai jalur wisata berkuda.
Lapangan Gasibu di Depan Gedung Sate (Kantor Gubernur JABAR) barangkali saat ini adalah ‘pasar kaget’ terbesar yang ada di Kota Bandung pada hari minggu. Beberapa lokasi di Kota Bandung yang juga merupakan ’pasar kaget’ antara lain adalah: ruas jalan utama Perumahan Arcamanik, yang dikenal sebagai ”lapangan perluasan”, digunakan sebagai lapak PKL dan jajan pasar; kemudian taman dan ruas jalan bagian depan dari Perumahan Metro-Margahayu Raya (lapak PKL dan jajan pasar); halaman depan parkir Barat Bandung Super Mal (bursa mobil bekas); halaman parkir Makro (bursa mobil bekas); dan kawasan Ciumbeuleuit (jajan pasar, sayur mayur dan hasil bumi yang lebih menyerupai pasar tradisional). Sementara itu, ada juga ’pasar kaget’ yang hanya hadir pada tanggal-tanggal tertentu saja tiap bulannya yaitu: ’pasar keget’ di depan Taman Lansia kawasan Gedung Sate (hadir pada tanggal 1-2 tiap bulannya bertepatan dengan tanggal gajian PNS); dan ’pasar keget di ujung Timur ruas Jalan Naripan (hadir pada tanggal 7-10 tiap bulan bertepatan dengan jadwal pengambilan pensiun PNS).
Pasar tradisional di Pauh-Jambi. Hari Jumat merupakan hari pasar;
‘Pasar kaget’ pada ruang statis di daerah Metro-Bandung pada tiap Minggu pagi.
Cara menjajakan dagangan mirip dengan pasar tradisional di Pauh-Jambi.
Pada awalnya, urban spatio-temporal places ini barangkali tidak bermakna apa-apa bagi warga kota. Tempat tersebut hanya sebuah space yang dibatasi oleh massa bangunan (solid) sebagai sebuah void (ruang terbuka/open space). Void ini bisa berupa ruang statis atau dinamis. Seiring dengan berjalannya waktu dan kejadian-kejaian di dalamnya, space tersebut kemudian menjadi mempunyai arti/makna. Pada saat itulah space tersebut menjadi place (tempat) dan dengan kegiatan yang bersifat temporer maka jadilah apa yang dinamakan urban spatio-temporal places.
Budaya Kreatif
Fenomena menarik dari terbentuknya USTP di Kota Bandung dengan ‘pasar kaget’-nya, adalah kehadiran budaya ekonomi tradisional (pasar tradisional) berupa hari pasar di tengah maraknya budaya konsumtif baru : ”belanja di factory outlet” atau budaya konsumtif kota metropolitan lainnya. Pakar budaya atau sosiolog kota barangkali sepakat kalau dikatakan fenomena ini adalah salah satu budaya kreatif masyarakat Kota Bandung dalam kegiatan ekonomi. Bentuk kreatifitasnya adalah menghadirkan hari pasar yang membawa kita pada suasana hari pasar dalam budaya ekonomi tradisional. Suatu bentuk kreatifitas disamping kreatifitas lain yang juga dimiliki warga Kota Bandung dalam membangun budaya factory outlet, penjualan barang bekas (babe), bursa mobil bekas dan inovasi dalam industri rumah tangga berbagai penganan seperti pisang molen, batagor atau brownies kukus yang mulai meraksasa.
Menarik untuk diamati adalah respons apa yang diberikan oleh Pemerintah Kota dalam mengapresiasi fenomena ini. Apakah budaya kreatif warga Kota Bandung bisa dieksplor dan mengalami pengayaan budaya lebih intens namun memberikan kontribusi yang positif pada peningkatan pendapatan masyarakat, bukan hanya menarik retribusi atau pajak dari kegiatan kreatif warganya.
*)Lianda, Direktur RES Institute, Bandung